Kiriman dari Timur

Jumat , 14 Februari 2014 terasa tidak biasa. Hari itu saya bangun jam 6 pagi. Langit masih gelap. Padahal di hari biasanya, jam 5.30 saja langit sudah terang. Setelah menengok ke luar, ternyata hujan abu telah memenuhi udara dan halaman rumah. Sampai jam 6.30, kondisi masih sama. Matahari belum terlihat cahayanya. Jam 7 pagi cahaya matahari mulai terlihat, masuk meewati sela-sela udara yang berdebu.

Saya langsung teringat pada empat tahun lalu saat Merapi meletus. Hujan abu memutihkan Jogja. Tapi kali ini bukan karena Gunung Merapi. Hujan abu yang terjadi kali ini merupakan kiriman dari Gunung Kelud yang meletus tadi malam jam 22.50.

Tidak bisa membayangkan sedahsyat apa letusannya sampai-sampai abu vulkaniknya sampai di Jogja. Padahal jaraknya beratur-ratus kilometer. Bahkan siang hari di berita tv juga abu kelud sudah sampai Jawa Barat. Zia, kawan saya dari Cirebon juga bilang rumahnya terkena abu Kelud meski gak setebal di Jogja.

Photo0499

Kondisi depan kontrakan setelah hujan abu.

Sampai empat hari setelah hujan abu, Jogja masih diselimuti abu. Namun banyak juga toko-toko atau instansi-instansi yang mengerahkan karyawannya untuk turun membersihkan debu dengan mewadahkan dalam plastic ataupun menyiramnya. Tapi tetap saja, beberapa jam kemudian abu sudah datang lagi karena terbawa angina atau kendaraan yang lewat. Ini melebihi abu Merapi kemarin. Abunya lebih halus dan juga lebih banyak. Semoga saja bencana di negeri ini cepat berakhir. Semoga segera teratasi dan kita semua dilindungi.

Photo0501

Taman kecil depan kontrakkan gak luput dari abu Kelud

TongSay Uda Asdi

Jumat, 13 September 2013.

Pagi ini sengaja tidak sarapan di rumah. Setelah selesai ngampus langsung cabut mencari tempat sarapan. Seketika berpikir akan sarapan apa kali ini. Ada beberapa sajian sarapan yang biasanya saya temukan: gudeg, bubur ayam, soto, nasi kuning, dan lontong sayur. Karena soto, gudeg dan naskun sudah sering, sedangkan bubur ayam tidak terlalu cocok untuk perut (hanya kenyang sesaat,gag tahan lama di dalam perut.red), kali ini pilihan acak jatuh pada lontong sayur.

Gag jauh dari kampus, saya menemukan warung tenda lontong sayur. Keadaan saat itu tidak terlalu ramai. Hanya ada empat buah meja kecil di dalam tenda dengan tiga diantaranya terisi sepasang pembeli. Di luar, tikar-tikar yang sengaja digelar juga hanya diisi sepasang muda-mudi–iiih bahasanya berasa sudah tidak muda lagi,hihi–. Keadaan yang sepi ini kemungkinan karena jam sudah menunjukkan pukul 09.00 wib, jam yang bisa dibilang telat untuk sarapan. Di etalase tempat penjual, lontong yang berbungkus plastik juga tinggal beberapa gelintir saja, menandakan bahwa sebelumnya sudah banyak pelanggan datang ke warung tenda ini untuk sarapan.

Karena sudah jam 09.00, lesehan pun terlihat sepi.

Karena sudah jam 09.00, lesehan pun terlihat sepi.

Karena perut lapar, saya langsung memesan lontong sayur pakai telur dan segelas es teh manis. Tidak perlu waktu lama untuk menunggu, jadi bisa langsung santap. Penampilannya menggoda banget sih. Kuahnya yang kuning hampir memenuhi sisi piring. Beberapa buah kerupuk menutupi isi di bawahnya. Penasaran akan rasanya makin memuncak setelah menyibak kerupuk dan menemukan isi dalam piring yang sebenarnya: potongan-potongan lontong, sebutir telur ayam bulat utuh, dan sayur bumbu kuning yang terdiri dari gori, labu siam dan kacang panjang. Dan rasa penasaran terjawab saat suapan pertama: setengah sendok makan kuah yang segar. Nyummiiii… gurih dan lezat.

Lontong sayur Uda Asdi yang menggiurkan.

Lontong sayur Uda Asdi yang menggiurkan.

Bisa jadi referensi buat tempat sarapan nih untuk kawan-kawan. Lontong Sayur Uda Asdi ini berada di sisi barat stadion Mandala Krida, depan asrama UGM. Menurut yang saya baca di spanduknya, warung ini ada cabangnya juga di Seturan, Jakal, Glagah, dll. Hemm emang perlu diperhitungkan juga sebagai referensi tempat sarapan. Harganya juga sangat terjangkau. Hampir kaget saat mau bayar. Rasanya gag percaya gitu Rp 7.500,- untuk sepiring tongsay pake telur dan segelas minuman. Mantap. Puas sekali rasanya. Setelah perut terisi, lanjut ke jadwal di Jumat pagi ini: ke Puskot untuk cari-cari referensi.

Soto Jawa

Sebenarnya mau kasih judul Soto Nusantara. Tapi setelah dipikir-pikir, lebih cocok kalau olahan kali ini diberi nama Soto Jawa saja, karena perpaduan dari beberapa resep soto Lamongan, Sokaraja, dan Madura/Surabaya.

Sabtu, 10 Agustus 2013, saya mendampingi ayah membuat soto. Seperti biasa, kalau pulang ke rumah pasti ‘cooking class’ sama ayah atau ibu.

Sekadar memanfaatkan bumbu soto yang sebelumnya telah dibuat beliau, soto kali ini menggunakan bahan dasar ½ kg daging sapi yang sebelumnya direbus dahulu. Pilihan penyajian bisa dengan menggoreng daging ataupun dengan mencampurkannya langsung dengan kuah soto.

Bumbu yang dihaluskan:

7 siung bawang putih

6 butir kemiri

Segenggam jahe

2 ruas jari kunyit

1 sdmLada

Bahan lain: 3 siung bawang putih yang dicincang, 2 lembar daun salam, 3 lembar daun jeruk, 2 batang serai yang telah dimemarkan, 5 sdm minyak goreng untuk menumis, bawang merah goreng, gula, garam dan penyedap secukupnya, daun bawang, dan seledri.

 

Bahan koya (serbuk gurih): 10 buah kerupuk udang dan 3 siung bawang putih goreng. Keduanya ditumbuk hingga lembut.

 

Cara membuat:

  1. Panaskan minyak, tumis bawang putih hingga kecokelatan, tiriskan.
  2. Gunakan minyaknya kembali untuk menumis bumbu halus hingga wangi. Masukkan daun salam, daun jeruk, dan serai.
  3. Masukkan air kaldu yang didapat dari rebusan daging. Tunggu hingga mendidih, masukkan garam, penyedap, gula, dan bawang putih goreng.
  4. Masukkan daging yang telah diiris tipis. Tunggu hingga matang.
  5. Daun bawang, seledri, maupun bawang merah goreng sesuai selera bisa dimasukkan ke dalam kuah atau disajikan terpisah.

 

Tidak sampai setengah jam Soto Jawa pun jadi. Untuk menghidangkannya, taburkan serbuk koya di atas sajian dan kerupuk warna. Hemm dan soto pun siap untuk dilahap. Kebetulan masih ada ketupat, jadi kami makan dengan ketupat sebagai pengganti nasi. Nyummiii….

 

Daun bawang & seledri, bubuk koya, dan kerupuk warna.

Daun bawang & seledri, bubuk koya, dan kerupuk warna.

DSC_0000563

Soto Jawa : perpaduan unik sajian soto dengan ketupat dan bubuk koya.

Kapan-kapan bisa dipraktikkan di kos nih. Daging bisa diganti dengan ayam (yang lebih murah sesuai harga anak kos 😀 ). Mungkin kawan-kawan bingung mengapa disebut Soto Jawa. Di mana letak perpaduannya? Pemakaian daging identik dengan soto Madura. Pemakaian ketupat dan kerupuk warna identik dengan soto Sokaraja, dan taburan koya seperti Soto Lamongan yang biasa saya santap di Yogya. Pokoknya gak kecewa deh sama rasanya. Siapa dulu chefnya. Selamat mencoba.

Salam–.

 

Alhamdulillah, Idul Fitri!

Allaahu akbar.. Allaahu akbar.. Allaahu akbar…..

Laa – ilaaha – illallaahu wallaahu akbar.
Allaahu akbar walillaahil – hamd.
 
Gema takbir berkumandang di seluruh dunia dalam menyambut Idul Fitri.Alhamdulillah masih bertemu Lebaran tahun ini. Selamat Idul Fitri 1434 H. Mohon maaf atas segala kesalahan kata maupun sikap selama ini, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Tahun ini alhamdulillah bisa melewati lebaran di tengah-tengah keluarga. Meskipun tidak dengan keluarga besar di Muntilan, namun kehangatan bersama ayah, ibu, dan adik-adik amat sangat terasa.
Lebaran, berada di rumah, waktunya untuk memanjakan perut. Setelah sakit dua minggu kemarin, berat badan saya jadi turun dua kilo. Sedikit sih turunnya, tapi pengaruh banget. Rasanya celana pada kendor karena badan menyusut. Jadi, lebaran kali ini emang tepat banget kalo selalu ngisi perut. ha ha… bener aja, dari kemarin gak berhenti ngemil. Mudah-mudahan sampai 10 hari ke depan terus-terusan begini selama di rumah.
Lebaran tahun ini bisa sholat Id. Kami sekeluarga sholat di lapangan Marinir, Cilandak. Kecuali Dwi, adik lelaki saya yang lebih memilih solat di masjid deket rumah. Selesai sholat, kami disuguhkan ceramah, tapi saya lupa siapa penceramahnya saat itu. Isi yang saya ingat, Pak Khotib mengingatkan bahwa lebaran dapat dijadikan sebagai titik balik untuk selalu meningkatkan loyalitas pada pekerjaan. Menurut saya terlalu khusus apa yang dibicarakan beliau. Maklum aja karena beliau mengisi ceramah di lingkungan militer. Tapi setidaknya bukan hanya kalangan militer saja yang solat di situ, ada ibu-ibu, remaja, bahkan anak-anak. Akan lebih baik jika isi ceramahnya lebih luas. Over all, ceramahnya bagus, tentang bagaimana lebaran itu harus kita rayakan dengan segenap hati dan sukacita. Kenapa? Karena Idul fitri ada karena puasa ramadhan. Puasa ramadhan ada karena bulan suci ramadhan. Bulan ramadhan ada karena sejarah pertama kali Al Quran diturunkan.
Selanjutnya, isi ceramahnya yang lain terkait dalam meningkatkan loyalitas diri dalam bekerja, hendaknya kita memiliki sifat toleransi, tenggang rasa, simpati, empati, dan lain-lain. Dengan demikian, kita akan merasa tenang dan nyaman dalam bekerja.
Bulan Syawal, waktunya bermaaf-maafan! Setelah selesai sholat, sesampainya di rumah sungkeman dengan ayah dan ibu, meminta maaf atas ribuan kesalahan yang telah saya buat kepada mereka selama ini. Tapi maaf saja rasanya belum cukup. masih banyak yang harus saya berikan untuk membanggakan mereka. Maka Ya Alloh, tak hentinya aku berdoa agar mereka dipanjangkan rejekinya, yakni usia dan dipermudahkan jalan kami, anak-anaknya, untuk memberikan kebanggaan dan kebahagiaan bagi mereka. Amin.
Setelah sarapan, kami sekeluarga berjalan keliling untuk bermaaf-maafan ke seluruh tetangga. Di sini tidak seperti lebaran di kampung, di mana setiap silaturahmi ke tetangga harus masuk rumah, mengicipi suguhan bahkan sampai makan masakan tuan rumah. Kalau di sini cukup simpel. Ketemu di depan rumahnya, salaman, langsung deh pamitan. Kalau ketemu di jalan ya tinggal salaman aja. Yang penting sudah bertemu dengan tetangga dan sudah maaf-maafan.
Lebaran kali ini juga menjadi lebaran pertama di rumah sendiri, setelah hampir 5 tahun kami sekeluarga pindah sementara. Ketemu banyak tetangga lama, dan saya pun kaget: yang dulu anak-anak sekarang sudah besar-besar, yang dulu remaja sekarang sudah dewasa, yang dulu dewasa tanggung sekarang udah pada gandeng suami/istri dan anak-anaknya, dan yang dulu sudah tua juga semakin tua. Hi hi hi.
Pokoknya, tidak ada satu kata lain yang bisa menggambarkan lebaran selain “sukacita”. Sukacita menyambut hari baru di dalam bula Syawal, setelah satu bulan menahan hawa nafsu dengan berpuasa. Semoga lebih dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Alloh Ta’ala.
Sekali lagi, dengan penuh sukacita dan kebahagiaan, saya mengucapkan Selamat Idul Fitri 1434 H. Mohon maaf lahir batin kepada semua teman dan handai taulan.Semoga inilah awal bagi kita untuk terus menyempurnakan ibadah kita, menghargai sesama, dan menciptakan kedamaian dalam setiap diri. Salam 🙂
 
 

Nikmat Sakit dan Hikmahnya

Normal
0

false
false
false

EN-US
X-NONE
X-NONE

/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:”Table Normal”;
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:””;
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:”Calibri”,”sans-serif”;
mso-bidi-font-family:”Times New Roman”;}

Dua minggu yang lalu, saya kaget akan adanya sebuah bintik kecil di ujung kelopak mata sebelah kiri. Awalnya saya mengira itu luka akibat tercakar kuku. Tapi setelah sehari kemudian makin terasa perih dan ketika saya cek di cermin ternyata bintil tersebut seperti berisi cairan.

Rabu, (3/7), ketika mandi ternyata ada juga sebuah bintil di dekat pusar dan di atas pinggul sebelah kiri. Sama seperti bintil di kelopak mata yang bening berisi cairan. Seorang kawan bilang bahwa kemungkinan itu bintil cacar air. Dia tambah yakin ketika tahu saya belum pernah cacar sebelumnya. Emang sih, badan panas dari kemarin.

Kamis, (4/7), ternyata bintil itu bertambah di sekitar tubuh dan lengan. Tanpa pikir panjang, saya memutuskan untuk periksa ke Puskesmas. Tapi apa yang dokter bilang tidak cukup meyakinkan saya. Dia hanya bilang, “Itu bukan cacar. Itu hanya virus. Percuma saya sebutkan virus apa juga kamu gag bakal ngerti.” Ya jelas aja saya kaget. Kok ada ya dokter kaya gitu. Hari pertama setelah periksa saya bertahan dengan mengoleskan salep dan obat yang dari Puskesmas itu.

Jumat, (5/7), saya amat sangat kaget. Bintil bertambah di sekujur tubuh, wajah, dan leher. Yang kemarin belum ada, tiba-tiba sudah besar entah kapan munculnya. Pagi itu juga saya putuskan untuk segera ke rumah sakit Panti Rapih. Seorang kawan bilang percuma saja ke rumah sakit. Ia masih yakin saya terkena cacar, dan sampai sekarang tidak ada yang bisa mengobati penyakit itu. Menurutnya saya mesti bertahan dengan resep dokter sebelumnya dan bersabar menunggu hingga bintil-bintil itu hilang. Saya gak mau. “Yang penting aku tahu pasti dari mulut dokter aku tuh sebenarnya sakit apa?!” tegas saya.

Jadi deh hari itu, masih dengan badan panas dingin, lemas, dan cemas memasuki Panti Rapih untuk periksa. Dan benar apa yang kawan saya yakini, dokter bilang ini cacar air! Dan emang cacar itu disebabkan oleh virus. Ugh! Saya jadi makin jengkel sama dokter di Puskesmas kemarin! Akhirnya, dari situ saya bisa tau banyak tentang cacar air. Maksudnya, seorang dokter itu khan harus terbuka sama orang awam kayak saya ini. Gak salah ngasih diagnosis, gak pelit informasi juga kaya dokter di Puskesmas itu yang mana salah diagnosis, gag kasih tau pula virus atau bla bla bla. Jadi bikin ngambang, penasaran!

Tentang cacar air

Cacar air adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster yang mengakibatkan munculnya ruam kulit berupa kumpulan bintik-bintik kecil baik berbentuk datar maupun menonjol, melepuh serta berkeropeng dan rasa gatal. Gejala awal si penderita biasanya merasa lemah, lesu, badan panas, kepala pusing. Gejala awal ini sama seperti gejala akan flu. Tapi kemudian timbul bintil-bintil yang menggelembung bening yang berisi cairan di sekujur tubuh, tangan dan atau wajah.

Bintil-bintil ini biasanya menyebabkan rasa panas dan gatal, terlebih jika kita sedang berkeringat. Tapi, sebaiknya jangan digaruk atau dipecahkan karena akan berakibat fatal yaitu luka sulit kering dan bisa menyebabkan infeksi bakteri. Yang lebih parahnya lagi bisa jadi lukanya berbekas, bisa bopeng atau berwarna lebih gelap. Gak mau khan? Apalagi kalo bintilnya di wajah.

Catatan penting untuk penderita cacar air sebaiknya tidak ke luar rumah. Karena udara dapat menyebabkan alergi pada cacar air dan jadi lama sembuhnya. Apalagi jika kondisi udara sedang tidak bagus dan kotor. Selain itu makanan juga perlu diperhatikan. Jangan terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung protein. Tapi yang ini saya agak bingung juga. Dokter menyarankan saya tidak makan telur, tapi daging-dagingan boleh supaya luka cepat kering. Jangan mandi dulu. Kalaupun mau membasuh badan dengan kain/washlap aja. Jangan lupa ditambahkan antibiotic seperti Detol. Saya aja sampai seminggu lebih tidak mandi. Uuppss J

Setelah tujuh hari berlalu, Jumat, (12/7) saya cek kesehatan lagi ke rumah sakit. Bintil di wajah sebagian sudah pecah yang di wajah. Tapi belum semuanya yang di badan. Apalagi ‘babon’-nya yang sudah dulu lahir dari awal cacar ini dan belum pecah-pecah juga. Ugh!

Saat periksa, dokter menyarankan saya untuk tetap menghabiskan obatnya (Acyclovir tablet) dan ditambah dengan amoxilin. “Supaya gak terjadi second infection,” kata Bu Lucia, dokter saya. Benar juga. Ternyata, cacar air tidak berhenti ketika luka-lukanya mongering saja. Bagi orang dewasa yang kekebalan tubuhnya rendah akan ada komplikasi setelah terkena cacar air. Adapun komplikasi yang bisa ditemukan pada cacar air adalah Pneumonia karena virus, peradangan jantung, peradangan sendi, peradangan hati, infeksi bakteri (erisipelas, pioderma, impetigo bulosa), dan Ensefalitis (infeksi otak). Semoga semuanya tidak terjadi pada saya!

Ya begitulah pengalaman saya saat sakit cacar air. Selama lebih dari 10 hari, saya harus berjuang melawan penyakit cacar ini. Rasa panas dan gatal dari dalam harus saya tahan. Rasa takut atau ngeri terhadap bintil-bintil di sekujur tubuh dan wajah juga harus saya kalahkan.

Gak terasa udah hampir dua minggu lalu. Namun lukanya belum sepenuhnya kering dan pecah lho. Butuh kesabaran, butuh waktu yang lama untuk proses penyembuhan. Kawan-kawan pada bilang “Sabar ya.” Dan itu memang benar. Melawan sakit harus dengan kesabaran. Ini berkah. Harus disyukuri. Nikmati saja. Ketika sembuh, kamu akan rindu masa sakitmu. Bukan maksudnya berharap sakit lagi, melainkan rindu karena betapa waktu cepat berlalu dan kita akan merasa bahagia telah melaluinya dengan penuh kesabaran.

Terima kasih Tuhan, dengan datangnya sakit ini semoga saya lebih menghargai kesehatan, kebersihan, meningkatkan derajat keimanan melalui kesabaran. Intinya bersyukur setiap waktu terhadap apa pun yang Tuhan beri kepada kita. Senyum. Salam-bahagia!

Sarapan Soto Jerman

 

Hari ini sengaja gag ribut sarapan di kos. Saya berencana sarapan di luar, nyoto. Jadilah setelah kuliah Bu Indah, saya meluncur untuk menikmati Soto Lenthok Ayam kampung di Jerman, jejer Pakualaman. He He…

Alun-alun Pakualaman yang cukup lega, asyik buat nongkrong. Di pagi hari, banyak penjaja yang menyajikan menu sarapan, seperti soto ayam dan lontong sayur.Menjelang siang, mulai ada penjual rujak es krim, mie ayam, bakso, ataupun es campur. Di sore sampai malam ada angkringan. Oh ya, angkringan di sini enak dan lumayan murah. I’ll post it later. Promise.

balik lagi ke soto ayam. Gak nunggu lama buat Pak Man, penjual soto ini untuk menyajikan semangkuk soto yang berisi potongan ayam kampung, mihun putih, tahu bacem, dan lenthok. Nah, lenthok ini yang khas. Terbuat dari ketela yang ditumbuk halus, dan digoreng seperti perkedel.

Bukan cuma lenthoknya ajha menurutku yang bikin khas. Yang bikin tambah enak ya ayam kampungnya itu. Potongannya besar-besar, selain itu, yang namanya ayam kampung khan emang beda rasanya dari ayam lain.

Disediakan juga beberapa tusuk sate ayam. Lagi-lagi masih ayam kampung. Tapi sayang, satenya kurang berbumbu. Mestinyaa, menurutku, sajian tambahannya sebaiknya dibuat lebih berbumbu untuk menambah rasa sedaaapp.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Suasana yang rindang, karena berada di sekeliling pohon beringin, membuat nyaman. Apalagi masih pagi, jam 09.30, dan tidak terlalu panas. Bikin pengen nambaaahh… Weits. Udah lah. Mesti cepet cabut dari TKP. Sayup-sayup pengamen udah terdengar. He He He…

Buat yang bingung mau sarapan apa dan di mana, di sini bisa buat referensi. Selamat menikmati.

Ceker Ranjau Bu Umi

Jumat sore, 17 Mei 2013

Melanjutkan rencana di warung mie ayam Rabu lalu, saya dan kawan-kawan akhirnya memutuskan untuk pergi ke Ceker Ranjau Babarsari sore ini. Janjian pukul 5 sore bertemu di TKP. Lokasinya sangat strategis. Tepat di sebelah utara traffic light dari arah barat, persisnya di depan butik Bunga Kampus, timur Ayam Goreng Suharti, Babarsari.

Kabarnya tempat itu selalu laris manis dikunjungi pembeli, terutama pecinta masakan pedas. Memang, sebagian besar  menunya berakhiran kata ‘pedas’. Sesampainya di sana kami langsung memesan makanan. Pilihan makanannya terbilang banyak, mulai dari ceker, kepala ayam, paha ayam, sayap, ati, telur, tempe, dan tahu. Semuanya tersedia dalam sajian pedas maupun goreng. Ada juga nasi endog (sambal) ijo, dan (sambal) merah. Masalah harga, jangan khawatir. Harga mahasiswa!   Seporsi ranjau dan ceker dihargai Rp 5.000,- isinya 4 buah.

Sedangkan untuk menu minumannya tidak banyak pilihan. Hanya teh, jeruk, kopi, dan nutrisari yang tersedia dingin dan hangat.

Tidak menunggu waktu lama untuk menikmati pesanan  kami. Yani, Julia, dan Zia memesan ceker pedas. Sedangkan aku ranjau pedas. Untuk minumannya, kami semua pesan es teh yang paling segar.

Dari penampilannya sangat menggoda lidah. Kami tidak sabar untuk mencoba. Ranjau pedas lebih seperti tengkleng ayam, karena isinya lebih banyak tulang. Ya, meskipun ada dagingnya sedikit. Kuahnya yang pedas dan gurih dipenuhi bumbu cabai. Oh ya, aku jadi ingat rica-rica ayam buatan ibu. Seperti itulah masakan di warung makan ini, seperti rica-rica. Tapi gak kalah maknyus dari buatan ibu. He he he…

Makan terus sampai tetes kuah terakhir. Sampai bibir jontor, hidung berair. Gak kuasa menahan pedasnya.

Tempat ini bisa jadi referensi buat teman-teman yang mungkin mau mentraktir kawan-kawannya. Jangan lupa ajak saya juga. Suasananya membuat kita santai dan nyaman. Tersedia untuk makan lesehan atau meja. Warung Ceker Ranjau juga ada di selatan GOR UNY. Tertarik? Harus coba.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

My Ex-Roomate was Married

Manusia memilik tahap-tahap dalam kehidupannya. Proses kelahiran, proses kedewasaan, hingga nanti menghadap kematian. Di dalam proses kedewasaan itu, muncul keinginan-keinginan untuk menjadi pribadi yang bebas, mandiri, dan dapat menentukan kehidupannya sendiri, termasuk dalam percintaan. Semakin dewasa usia kita, semakin banyaknya kita dihadapkan oleh pilihan-pilihan yang mendewasakan pikiran kita. Apakah kita masih akan hidup bebas, sendiri, ataukah kita akan memasuki fase yang lebih tinggi, mengikat diri dalam pernikahan, menjadi satu dengan orang lain dan keluarga baru.

Fase pernikahan. Fase dimana menyatukan dua kepribadian dan kebiasaan yang, mungkin berbeda dengan kita. Fase inilah yang baru saja dilalui sahabat saya, Inay. Teman sekamar yang paling muda, tapi sudah berani mengambil keputusan untuk melepas masa lajangnya. Tak apalah meski kuliah belum selesai 😀

Jumat, 2 November 2012, saya dan tiga orang kawan yang satu kontrakan menuju Kebumen. Sore itu, dua jam sebelum akad nikah Inay dan Mas Nafy berlangsung, kami masih di Jogja. Akad nikah akan dimulai selepas isya, pukul 20.00 waktu Kebumen. Baru kali ini datang ke akad nikah di malam hari.

Dengan kecepatan tinggi, kami meluncur ke Kebumen mengendarai motor. Racer handal otodidak, demikian kami saat itu, mulai menerabas jalan-jalan raya melintasi Jogja-Wates-Purworejo-Kebumen. Kendaraan tidak ramai, dan lancar. Tepat pukul 20.15 waktu Kebumen, saya dan kawan-kawan tiba di rumah Inaay. Kawan-kawan lain telah menunggu. Beruntung akad nikah belum dimulai.

Saat akad di masjid, saya bener-bener serius mendengarkan. Sambil saya berpikir setahun ke belakang tentang bagaimana mereka (Inay dan suami), cerita-cerita suka, duka dibaliknya. Kebersamaan saya dengan Inay pun muncul di pikiran saya. Menyangka ‘kok cepet banget ya dunia ini berputar, dia sudah menikah aja.’

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

Abaikanlah bagaimana hubungan mereka sebelumnya dan berjuta pikiran yang melintas. Yang jelas, teriring kalimat dan doa bahagia untuk kalian berdua. Semoga langgeng, dapat mengarungi bahtera rumah tangga sebagai ibadah karena Alloh SWT, mendapatkan kebahagiaan dan keturunan yang baik. Salam bahagia, dan doa ku mengalun untuk kalian.

KR, Ruang Belajar Maasyarakat

Pelajaran tidak selalu di dapat di dalam kelas. Melainkan bisa di dapat kapan saja, dan di mana saja, meskipun di ruang percetakan yang panas sekalipun.

Begitulah yang coba dilakukan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UST (Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa). Cara ini dilakukan melalui kunjungan studi ke kantor Kedaulatan Rakyat (KR), yang terletak di Jl. Solo Km. 11, Kalitirto, Kalasan, Sleman, pada Selasa siang (16/10).

Kunjungan ini dilakukan oleh mahasiswa semester lima yang tengah mengikuti mata kuliah Wawasan Jurnalistik Kependidikan. Dikoordinir hanya oleh dua kelas, perjalanan ke kantor KR cukup menyedot perhatian para mahasiswa tersebut. Terbilang tidak kurang dari 50 partisipan yang hadir dalam kunjungan tersebut.

Setelah berkumpul di halaman kantor, mahasiswa yang dipandu oleh Drs Jayadi Kastari mulai memasuki kantor. Disambut oleh dua patung besar pendiri KR, yaitu H Samawi dan H Soemadi Martono Wonohito, para partisipan langsung menaiki tangga menuju lantai dua. Di sana telah disediakan banyak kursi yang menghadap ke dua meja panjang.

“Kunjungan ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang dunia jurnalistik seperti apa,” ungkap Drs Jayadi Kastari,  redaktur harian KR yang juga sebagai dosen pengampu mata kuliah Wawasan Jurnalistik Kependidikan tersebut.

Lima menit kemudian datang seorang wanita, yang kemudian memperkenalkan diri sebagai bagian marketing harian KR, Suci Hariadi. Beliau menjelaskan secara singkat tentang berdirinya harian KR, jajaran keredaksian sampai proses percetakan dan pendistribusian harian KR.

 

Dulu dan Kini

Surat kabar harian Kedaulatan Rakyat (SKH KR) terbit pertama kali pada 27 September 1945. Harian ini terbit setelah adanya pembredelan surat kabar Sedya Tama oleh Jepang. Saat itulah, H Samawi dan H Soemadi Martono Wonohito terdorong untuk menebirtkan sebuah surat kabar sendiri. Kemudian berdirilah Kedaulatan Rakyat, yang namanya diambil dari alinea ke-4 pada UUD 1945, dan memiliki semboyan Suara Hati Nurani Rakyat.

Pada awalnya harian KR hanya memiliki 16 halaman. Namun seiring dengan berjalannya waktu, kini telah menjadi 24 halaman dan tercetak 100.000 eksemplar perharinya. Harian KR menjadi sarana informasi yang mencakup daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah Selatan. Sehingga tak heran jika di dalamnya selain memuat berita-berita sekilas tentang nasional, terdapat pula rubrik-rubrik yang memuat berita-berita Yogyakarta dan sekitarnya, seperti Solo, Klaten, Boyolali dan Magelang. Hal ini pula yang telah menjadikan harian KR menjadi salah satu harian daerah terbesar dan memiliki 9 kantor perwakilan, yaitu di Jakarta, Purwokerto, Purworejo, Kulon Progo, Semarang, Magelang, Klaten, Solo dan Gunung Kidul. Namun, harian KR tidak memungkiri bahwa setengah dari biaya percetakannya didapat dari iklan.

Hingga kini karyawan harian KR terbilang ada 600 orang dan memiliki wartawan yang berjumlah 125 orang. Struktur redaksi terdiri dari Pimpinan Redaksi yang dibantu oleh Wakilnya dan Sekretaris Redaksi. Pimred membawahi Redaktur Pelaksana, kemudian Redpel membawahi Redaktur Rubrikasi yang berhubungan langsung dengan para wartawannya. Sedangkan jajaran direksi dipegang oleh Direktur Utama, Direktur Keuangan, Direktur Produksi, dan Direktur Iklan. Selain itu juga harian KR mencetak diversifikasi produk diantaranya yaitu Koran Minggu Pagi, Koran Merapi, KR Radio Yogyakarta 107,2 FM, dan tersedia layanan E-Paper.

Proses penulisan berita didahului oleh rapat redaksi. Setelah penulisan kemudian diedit oleh redaktur. Setelah itu dilakukan desain dan tata letak. Sebelum naik cetak dilakukan filming dan platting agar tertata apik saat dicetak di kertas nanti.

Proses pencetakan pun dijadwalkan setiap pukul 19.00 atau 20.00 WIB. Kecuali iklan yang dapat dicetak sebelum berita disetorkan setelah deadline pukul 15.00 WIB. Kemudian selesai cetak, pada pukul 02.00 dini hari harian KR siap didistribusikan melalui jalur darat ke daerah-daerah tujuan.

Kunjungan dilanjutkan kemudian dengan menuruni tangga menuju ruang percetakan. Sayang sekali, tidak banyak yang bisa di dapat dari sana selain mesin-mesin berat yang berdiam diri dan berol-rol kertas putih yang nantinya akan dicetak menjadi koran. Tampak beberapa petugas teknis sedang melakukan pengecekan bagian-bagian mesin agar siap digunakan malam nanti untuk proses percetakan. Kondisi ruangan yang panas tidak menyurutkan para partisipan untuk melihat-lihat mesin bersejarah, yang telah mencetak berlembar-lembar kertas menjadi koran-koran pembawa informasi rakyat.

“Panas sih di sini, tapi lumayan bisa tahu tentang gimana bikin koran itu. Ajaib mesin-mesinnya bisa nyetak beribu-ribu lembar,” ungkap Sri Mulyani, mahasiswa PBSI UST dengan antusias.

Kepedulian Akan Pendidikan

Sebagai SKH yang bersemboyan Suara Hati Nurani Rakyat, harian KR tidak hanya memberikan informasi terkini yang terjadi di sekitar kita. Dalam rubrik khusus Opini, harian KR menjadi satu sarana bagi masyarakat umum untuk menuangkan pendapatnya tentang hal apapun, termasuk kebijakan pemerintah. KR juga membuka pintu bagi siapapun, baik personal maupun institusi yang akan berkunjung ke kantor KR sepanjang untuk tujuan belajar.

Selain itu, rubrik Suara Kampus memberikan ruang bagi para mahasiswa untuk mengemukakan pendapatnya. Merupakan sebuah kepedulian harian ini dalam pendidikan, terutama dalam proses pembelajaran bagi mahasiswa untuk berbicara melalui tulisan. Suci Hariadi tak lupa mengajak mahasiswa-mahasiswa PBSI UST untuk ikut mengisi rubrik tersebut. “Kalian pun bisa mengirimkan tulisan kalian pada Suara Kampus. Nanti aka nada fee-nya, kok, kalau dimuat. Lumayan khan buat tambah uang jajan,” ungkapnya.

 

Minus Sepuluh Derajat

Sayang seribu sayang, saya tidak bawa kamera saat tur ke bali. Huffth…!

Menakjubkan sekali di Kintamani. Saya gag akan pernah lupa bagaimana keindahan Gunung Batur yang melatarbelakangi Danau Batur. Di dekat hotel kami, Lake View, kami bisa melihat keindahannya. Meskipun hanya sebentar. Karena saat kami tiba di sana kabut sudah mulai turun dan sangat pekat, seakan-akan menyembunyikan pemandangan itu. Padahal saat itu baru pukul 14.30 wita.

Kabut yang turun itu mengawali suhu udara yang beranjak menurun. Untung saja di hotel kami disediakan selimut ekstra tebal, kamar yang nyaman, dan air hangat otomatis. Lagi-lagi saya dapat kawan baru di sana. Memang orang Bali itu ramah-ramah. Indonesia banget pokoknya 🙂 Gimana gag ramah. Sesampainya di hotel saya langsung disiapkan kamar sama pemiliknya. Dipersilakan untuk makan. Meskipun akhirnya mereka minta maaf karena baru sadar saya muslim yang sedang puasa saat itu. Saat buka pun saya diajak mengobrol, disiapkan minuman, makanan yang halal bagi saya, dan dapat pengalaman baru.

Pagi pukul 8.00 wita, kami check out. Hari seperti masih jam 6 pagi, berkabut pula. Saya tidak menanggalkan jaket tebal dari badan. Tapi lihatlah mereka, tamu-tamu saya. Tidak memakai jaket, dan hanya pakai celana pendek. Hu huh u…

“Quand l’hiver, on est moins dix degree,” ucap si Bapak yang tahu melihat saya kedinginan. Tuturannya menyiratkan bahwa ini tidak seberapa dinginnya dibanding musim dingin di sana yang mencapai minus 10 derajat C.

“Huwaaa… MOINS dix?” kata saya sambil membuat tanda strip di udara untuk meyakinkan. Si Bapak menjawab iya dan tersenyum.